Filosofi Burung Garuda

Filosofi Burung Garuda Burung Garuda berdekatan dengan burung elang dan rajawali. Burung ini terdapat dalam lukisan di candi-candi yang dilukiskan sebagai manusia berparuh dan bersayap, lalu di candi Prambanan dan Panataran berbentuk menyerupai raksasa, berparuh, bercakar dan berambut panjang.

Beberapa kerajaan di pulau jawa menggunakan Garuda sebagai materai/stempel kerajaan, seperti yang di simpan di Musium Nasional adalah stempel milik kerajaan Erlangga (1006-1042) sebagai moyang dari kerajaan Kediri dan Jenggala. Raja Eralangga juga dikenal dengan nama Garudhamukha. Ketika wafat Eralangga dinobatkan sebagai wisnu yang ada di arca candi Dieng, yang digambarkan wisnu menunggang burung Garuda.

Garuda adalah seekor burung yang hidup dalam dunia khayalan, terutama dalam perwayangan. Garuda dianggap mulia karena memiliki kekutan dan kecantikan parasnya. Burung Garuda juga dapat melambangkan kebebasan karena dapat terbang kemana saja. Bukan dicengkram tetapi mencengkram simbol Bhineka Tunggal Ika. Perjelasan yang terkait ada didalam kitab Mahabarata yang ditulis semasa pemerintahan Dharmawangsa (991-1007) yang memerinthkan kerajaan Hindu-Mataram. Dalam Mahabarata dikisahkan burung Garuda membebaskan dari perbudakan dan penjajahan.

Leher burung Garuda yang menoleh kekanan, melambangkan bahwa jiwa-jiwa Bangsa Indonesia haruslah bergerak kearah kebaikan. Sesuai dengan budaya Nusantara yang juga menganggap "Kanan" itu adalah kebaikan. Sedang sebelah kiri melambangkan hal-hal yang negatif.

Subscribe to receive free email updates: